8 Trauma Fisik dan Mental Akibat Kekerasan Seksual

8 Trauma Fisik dan Mental Akibat Kekerasan Seksual
Menurut Komnas Perempuan, homogen-homogen 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual kepada Indonesia setiap harinya. Hampir 70 % dari kasus kekerasan terhadap perempuan, baik fatal juga nonfatal, dilakukan sang anggota keluarga atau pasangan (pacar atau suami).

Meski konsekuensi dari setiap kejahatan & pengalaman korban tidak sama, terdapat bukti yg berkembang ihwal interaksi antara korban kekerasan seksual beserta kesehatan mental & fisik. Cedera fisik & kematian artinya konsekuensi paling kentara dari kasus kekerasan. Dalam 4 bulan pertama tahun 2016, terdapat 44 perempuan indonesia, anak remaja & dewasa, yg tewas kepada tangan pasangan atau mantan pasangan seksual setelah mendapatkan penganiayaan seksual, dilansir dari BBC namun terdapat konsekuensi lain yg ternyata lebih lazim ditemukan sekarang semakin diakui.

Berbagai macam reaksi bisa menghipnotis korban. Efek & implikasi kekerasan seksual (termasuk perkosaan) bisa meliputi syok fisik, emosional, & psikologis.

Apa yg menjadikan syok?

Ketika bahaya fisik mengancam otoritas tubuh kita, kemampuan buat melarikan diri artinya suatu insting yg nir bisa dikendalikan buat bisa bertahan hayati. Kondisi ini termasuk tubuh mencurahkan begitu poly tenaga buat mengeluarkan reaksi kabur atau balik melawan. Sirkuit pendek ini memantul dalam tubuh & pikiran seseorang, yg bisa menjadikan syok, disosiasi, & poly sekali jenis lain dari tanggapan bawah sadar ad interim aksi kekerasan terjadi.

Korslet ini permanen berada dalam individu tadi usang setelah kekerasan itu berakhir, & bisa hinggap inheren dalam pikiran, tubuh, & jiwa seseorang dalam poly sekali cara.

Trauma yg dialami korban kekerasan seksual

Sejumlah imbas kepada bawah ini nir selalu gampang buat ditangani, namun beserta kontribusi yg pasti & dukungan, mereka bisa dikelola beserta baik. Mempelajari lebih dalam bisa membantu Knda menemukan bentuk perawatan terbaik buat memulai proses penyembuhan, bagi Knda juga orang terkasih.

1. Depresi

Menyalahkan diri sendiri artinya galat satu imbas jangka pendek & jangka panjang paling awam, berfungsi menjadi keterampilan naluriah buat mengatasi persoalan beserta penghindaran yg mengambat proses penyembuhan.

Ada 2 jenis penyalahan diri, sinkron tindakan & karakter. Penyalahan diri sinkron tindakan merasa mereka seharusnya bisa melakukan sesuatu yg tidak sama, yg bisa menghindari mereka dari insiden sial tadi, & karenanya merasa bersalah. Penyalahan diri sinkron karakter terjadi ketika dia merasa terdapat sesuatu yg galat dalam diri mereka, yg menjadikan mereka merasa layak buat menjadi korban.

Menyalahkan diri sendiri erat kaitannya beserta depresi. Depresi artinya gangguan mood yg terjadi waktu perasaan yg diasosiasikan beserta kesedihan & keputusasaan terus terjadi berkelanjutan buat jangka waktu yg usang hingga mengganggu pola pikir sehat.

Normal bagi korban kejahatan merasa duka, murka, nir suka, & putus asa. Depresi & menyalahkan diri sendiri adalah info kesehatan mental berfokus & nir mengindikasikan kelemahan, & bukan juga sesuatu yg diperlukan akan sembuh beserta sendirinya semudah membalikkan telapak tangan. Lima cara depresi & menyalahkan diri bisa merusak seseorang: minimnya motivasi buat mencari kontribusi, kurang ikut mencicipi, mengisolasi diri dari orang lain, kemarahan, & serangan termasuk melukai diri sendiri &/atau upaya bunuh diri.

2. Sindrom Trauma Perkosaan

Sindrom syok perkosaan (Rape Trauma Syndrome/RTS) artinya bentuk turunan dari PTSD (gangguan stres pasca syok), menjadi sesuatu syarat yg menghipnotis korban perempuan belia & dewasa dari kekerasan seksual. Kekerasan seksual, termasuk perkosaan, ditinjau sang perempuan menjadi situasi yg mengancam nyawa, memiliki ketakutan awam akan pemotongan & kematian ad interim serangan terjadi.

Segera setelah perkosaan, penyintas seringkali mengalami syok. Mereka cenderung merasa kedinginan, pingsan, mengalami galat tujuan (kebingungan mental) gemetar, mual & muntah. Pasca kejadian, awam bagi korban mengalami insomnia, kilas balik, mual & muntah, respon gampang kaget & terkejut, sakit kepala tensi, agitasi & serangan , isolasi, & mimpi buruk, & tanda-tanda disosiatif atau mangkat rasa & peningkatan rasa takut & kecemasan.

Meski beberapa dari tanda-tanda ini bisa mewakili pelukisan tanda-tanda yg timbul kepada veteran perang, korban perkosaan & kekerasan seksual mengalami persoalan unik setelah serangan, mirip nyeri bagian perut atau punggung bawah, iritasi tenggorokan yg akan terjadi berkaitan dengan mulut seks paksaan, persoalan ginekologis (menstruasi berat & nir teratur, keputihan atau keluar cairan lain dari vagina, infeksi kandung kemih, penyakit kelamin menular, hingga kehamilan nir diinginkan  yg diikuti sang preeklampsia), berperilaku mirip kekerasan nir pernah terjadi (dianggap penolakan), ketakutan akan seks, bahkan kehilangan gairah & minat seksual.

Sangat krusial buat dicatat bahwa RTS artinya tanggapan alami dari seseorang yg sehat secara psikologis & fisik terhadap syok perkosaan, jadi tanda & tanda-tanda kepada atas bukan adalah representasi dari gangguan atau penyakit kejiwaan.

3. Disosiasi

Dalam ungkap yg paling sederhana, disosiasi artinya divestasi dari empiris. Disosiasi artinya galat salah satu poly prosedur pertahanan yg dipergunakan otak buat mengatasi syok kekerasan seksual. Banyak ahli percaya bahwa disosiasi terdapat kepada sebuah spektrum. Di galat satu ujung spektrum, disosiasi dikaitkan beserta pengalaman melamun. Di ujung bersebrangan, disosiasi kompleks & kronis bisa memproduksi penderitanya sulit berfungsi dalam global konkret.

Disosiasi seringkali digambarkan menjadi pengalaman ruh keluar dari tubuh, kepada mana seseorang merasa nir terikat beserta jasmaninya, merasa sekitarnya tampak nir konkret, nir terlibat beserta lingkungan kawasan dia berada mirip sedang menonton insiden tadi kepada televisi.

Sebagian ahli kesehatan mental percaya bahwa penyebab gangguan disosiatif artinya syok kronis yg terjadi ketika masa kanak-kanak. Individu yg mengalami insiden traumatik akan seringkali mengalami beberapa derajat disosiasi amnesia sebagian, berpindah-pindah kawasan & memiliki karakteristik-karakteristik baru, hingga yg terparah, kepribadian ganda kepada ketika mengalami insiden tadi atau berhari-hari, minggu setelahnya.

Mungkin angker menyaksikan seseorang yg mengalami pemisahan diri dari global konkret (buat dibedakan beserta isolasi), namun syarat ini adalah reaksi alami terhadap syok.

4. Gangguan makan

Kekerasan seksual bisa menghipnotis penyintasnya dalam poly sekali cara, termasuk persepsi diri terhadap tubuh & swatantra pengendalian diri dalam kebiasaan makan. Beberapa orang mungkin dengan makanan menjadi pelampiasan mengatasi syok, buat merasa pergi memegang kendali atas tubuhnya, atau mengimbangi perasaan & emosi yg membuatnya kewalahan. Tindakan ini hanya menyampaikan suaka ad interim, namun memiliki kemampuan buat merusak tubuh dalam jangka panjang.

Ada 3 tipe gangguan makan, yaitu: anorexia nervosa, bulimia nervosa, & binge eating. Namun demikian, masih mungkin buat penyintas terlibat dalam gangguan pola makan kepada luar dari ketiga syarat ini yg terhitung sama berbahayanya,

Dilansir dari Medical Daily, bulimia & anoreksia awam ditemukan kepada perempuan dewasa penyintas kekerasan seksual ketika anak-anak. Dalam sebuah studi dari University of Melbourne, peneliti menelaah keterkaitan antara kekerasan seksual ketika kanak-kanak (sebelum usia 16 tahun) & awal dari timbulnya 2 gangguan makan ini kepada perempuan. Terhitung 1,936 partisipan yg terlibat dalam penelitian berkelanjutan selama 11 tahun berusia homogen-homogen 15 -24 tahun, mereka yg mengalami 2 atau lebih serangan seksual memiliki peningkatan hampir lima kali lipat memberikan sindrom bulimia daripada mereka yg hanya mengalami satu kali kekerasan seksual, beserta peluang 2,lima kali lipat.

lima. Hypoactive sexual desire disorder

Hypoactive sexual desire disorder (IDD/HSDD) artinya syarat medis yg mengindikasikan hasrat seksual rendah. Kondisi ini juga awam dianggap apatisme seksual atau keengganan seksual.

HSDD bisa menjadi syarat primer atau sekunder, yg bisa menyampaikan disparitas akbar dalam perencanaan pengobatan. Kondisi primer artinya jikalau seseorang individu nir pernah mengalami atau memiliki hasrat seksual, & sporadis (jikalau pernah) terlibat dalam interaksi seksual nir memulai & nir merespon terhadap rangsangan seksual dari pasangannya.

HSDD menjadi syarat sekunder ketika orang tadi memiliki gairah seksual yg normal & sehat kepada awalnya, namun kemudian menjadi nir tertarik sama sekali & nir acuh yg akan terjadi faktor penyebab lain, contohnya dimunculkan dalam bentuk syok konkret yg akan terjadi dari pemerkosaan. Hubungan seks, buat para penyintas kasus kejahatan seksual, bisa menjadi sebuah pelatuk yg mengingatkan mereka terhadap kejadian tadi & memunculkan kilas balik & mimpi buruk maka dari itu mereka memilih buat nir terlibat, & kepada akhirnya kehilangan nafsu seksual seluruhnya.

6. Dyspareunia

Dyspareunia artinya nyeri yg dirasakan selama atau setelah berafiliasi seksual. Kondisi ini bisa menyerang laki-laki, namun lebih seringkali ditemukan kepada perempuan. Wanita yg memiliki dyspareunia mungkin mengalami rasa sakit superfisial dalam vagina, klitoris, atau labia (bibir vagina), atau rasa sakit yg lebih melumpuhkan ketika penetrasi semakin dalam atau dorongan penis.

Dyspareunia ditimbulkan sang bermacam-macam syarat, galat satunya termasuk syok dari riwayat kekerasan seksual. Adanya riwayat kekerasan seksual kepada perempuan yg memiliki dyspareunia dikaitkan beserta peningkatan stres psikologis & disfungsi seksual, namun nir ditemukan kaitan antara dyspareunia beserta riwayat kekerasan fisik.

Beberapa perempuan bisa mengalami pengetatan ekstrim kepada otot vagina ketika penetrasi, sebuah syarat yg dianggap vaginismus.

7. Vaginismus

Ketika seseorang perempuan memiliki vaginismus, otot-otot vaginanya meremas atau mengejang beserta sendirinya ketika sesuatu memasuki dirinya, mirip tampon atau penis bahkan ketika investigasi panggul rutin sang ginekolog. Hal ini bisa sedikit terasa nir nyaman atau sangat menyakitkan.

Seks yg menyakitkan seringkali menjadi membuktikan awal seseorang perempuan mengidap vaginismus. Rasa sakit yg dialami hanya terjadi ketika penetrasi. Biasanya akan menghilang setelah penarikan, namun nir selalu. Wanita yg memiliki syarat ini mendeskripsikan rasa sakitnya menjadi sensasi robekan atau mirip laki-laki menghantam dinding.

Dokter nir memahami persis apa yg menjadikan vaginismus. Namun, dugaan umumnya terkait beserta kecemasan atau ketakutan ekstrim buat berafiliasi seks termasuk dari syok riwayat kekerasan seksual. Akan namun, nir kentara mana yg tiba pertama kali, vaginismus atau kecemasan.

8. Diabetes tipe 2

Orang dewasa yg mengalami segala bentuk pemerkosaan ketika masih kanak-kanak berada kepada risiko yg lebih tinggi buat menyebarkan syarat medis berfokus, mirip penyakit jantung & diabetes.

Dalam sebuah penelitian terbitan The American Journal of Preventive Medicine, peneliti menyelidiki interaksi antara pemerkosaan yg dialami sang remaja & diabetes tipe 2. Temuan melaporkan 34 % dari 67,853 partisipan perempuan yg melaporkan mengidap diabetes tipe 2 pernah mengalami kekerasan seksual.

BACA JUGA:

Mengenali tanda-tanda KDRT dalam tempat tinggal tangga Knda
Mendeteksi tanda-tanda pemerkosaan kepada anak
Ini pentingnya pendidikan seks buat anak
loading...

0 komentar untuk 8 Trauma Fisik dan Mental Akibat Kekerasan Seksual