Waspadai Tanda-tanda Pemerkosaan Dalam Perkawinan

Waspadai Tanda-tanda Pemerkosaan Dalam Perkawinan
Istilah pelecehan seksual dalam perkawinan mungkin terdengar asing dalam indera pendengaran sebagian orang. Jila sudah menikah, apa mungkin diperkosa sang suami atau istri sendiri? Bukankah kalau sudah menikah artinya seks itu senang sama senang?

Tidak, pernikahan bukan berarti Knda bebas menuntut pasangan buat melayani kebutuhan seksual Knda kapan pun Knda mau. Pernikahan juga bukan berarti Knda wajib berafiliasi seks kapan saja diminta sang pasangan.

Lebih terperinci seputar perkosaan dalam perkawinan & bentuk-bentuknya, simak ulasan lengkap ini dia.

Pentingnya persetujuan berafiliasi seks, meskipun statusnya sudah suami istri

Banyak orang salah memakai mengira bahwa kalau sudah menikah, berarti laki-laki bebas berafiliasi intim memakai istrinya kapan pun beliau mau. Ini karena semenjak usang, perempuan dipercaya menjadi objek pemuasan seksual yg pendapat atau keinginannya nir krusial.

Seks memang menjadi kebutuhan & unsur yg sangat krusial dalam sebuah tempat tinggal tangga. Akan akan tetapi, seks wajib disetujui & sama-sama dihendaki sang suami & istri. Berhubungan intim karena paksaan atau ancaman, meskipun memakai pasangan sendiri, sama memakai pelecehan seksual.

Menikah bukan agunan hak milik tubuh seseorang. Dalam pernikahan, pasangan Knda bukanlah objek semata yg nir punya virtual, perasaan, atau pendapat. Meski sudah menikah, satu-satunya orang yg punya kuasa atas tubuhnya sendiri ialah orang itu sendiri.

Oleh karenanya, hanya dirinyalah seseorang yg sanggup menentukan apakah beliau ingin berafiliasi seks atau nir. Tak seseorang pun berhak memaksa, mengancam, hingga memperkosanya. Bahkan suami atau istrinya sendiri. Apalagi orang lain.

Apa gejala pelecehan seksual dalam perkawinan?

Komnas Perempuan menegaskan bahwa perkosaan dalam perkawinan masuk dalam ranah aturan & diatur dalam Undang-undang Pasal 8 (a) dan Pasal 66 Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Perkosaan dalam tempat tinggal tangga terjadi waktu seseorang, baik suami juga istri, nir ingin berafiliasi seks atau melakukan kegiatan seksual apa pun, akan akan tetapi dipaksa sang pasangannya.

Berikut adalah hal-hal yg sanggup dikatakan menjadi pelecehan seksual dalam perkawinan.

1. Dipaksa berafiliasi intim

Hal ini sudah terperinci timbul unsur paksaan. Paksaan dalam sini sanggup dilakukan secara fisik (tubuh pasangan ditahan atau kostum pasangan dilucuti secara paksa) atau verbal (memakai kalimat mirip, Lepas bajumu!, Diam! Jangan berkecimpung!, atau bahkan secara halus mirip Ayolah, kan sudah tugasmu buat memuaskan aku.).

Sekali lagi ditekankan bahwa apabila satu dari pihak nir ingin berafiliasi seks atau terlibat dalam kegiatan seksual apapun, hal ini sudah tergolong menjadi tindak perkosaan.

Biasanya korban akan tanda gejala mirip menjelaskan nir, mendorong pelaku, berusaha melepaskan diri, memohon-mohon agar pelaku berhenti, menjerit, atau menangis. Namun dalam beberapa persoalan, korban yg sudah nir berdaya tidak sanggup lagi melawan pasangannya sendiri menjadi akibatnya akhirnya nir tanda gejala perlawanan.

dua. Diancam buat berafiliasi seks

Kadang ancaman yg dilontarkan sang satu dari pihak membangun pasangan lainnya merasa terancam & amat ketakutan, menjadi akibatnya beliau terpaksa menuruti kemauannya buat berafiliasi seks. Tak sporadis kadang istri menuruti kemauan suami buat menghindari kemarahan atau hal-hal yg nir diinginkan lainnya.

Rasa terancam tadi sanggup didasari sang ancaman secara mulut &/atau perilaku kasar, yg menempatkan istri dalam situasi berbahaya, baik secara fisik juga emosional.

tiga. Memanipulasi istri

Perkosaan dalam tempat tinggal tangga juga sanggup ditandai memakai cara manipulasi. Contohnya suami merendahkan istrinya nir becus melayani dalam ranjang menjadi akibatnya beliau mengancam akan mencari perempuan lain.

Suami yg memanipulasi atau berlaku demikian sanggup bertindak lebih jauh lagi apabila permintaan seksnya nir dipenuhi. Ketika seseorang istri jatuh ke dalam strategi manipulasi suaminya, ini bukanlah persetujuan dalam seks, melainkan pelecehan seksual dalam perkawinan.

4. Seks dalam keadaan pasangan nir sadar

Aika seseorang istri atau perempuan dibius, diberi obat-obatan, tidur, dirancang mabuk, atau pingsan, terperinci beliau nir sanggup menyampaikan biar atau persetujuan buat berafiliasi seks. Bahkan apabila pasangan sepakat atau menjelaskan ya ketika mabuk atau dalam dampak obat-obatan, hal itu masih nir legal persetujuannya.

lima. Sengaja mengurung atau membatasi pasangan

Masih poly laki-laki dalam budaya patriarki yg mengekang & membatasi pasangannya sedemikian rupa. Mulai dari melarang istri pergi beserta sahabat-sahabat, pergi malam, hingga mengendalikan keuangan & karier istrinya.

Dalam persoalan ini, suami mungkin saja memberi iming-iming kelonggaran atau kebebasan bila istrinya mau melayani kebutuhan seksnya kapan saja & melakukan apa pun yg beliau minta.

Aika terjadi demikian, istri sanggup dikenal menjadi menjadi sandera tempat tinggal tangga. Seperti poly sandera-sandera yg terjadi, dalam akhirnya sang istri menyerah sembari melakukan apa pun permintaan yg suaminya inginkan, termasuk seks.

Jadi apa yg usahakan dilakukan bila pasangan menolah berafiliasi seks?

Jila pasangan Knda memang sedang lelah, kurang enak badan, atau sedang timbul pikiran menjadi akibatnya menolak buat berafiliasi seks, nir boleh dipaksa. Hal ini sudah nir boleh secara aturan & diatur dalam perundang-undangan.

Sebaiknya, ajak pasangan bicara soal apa yg sedang mengganggu pikirannya. Knda juga sanggup mengajaknya beristirahat saja. Keesokan harinya, baru Knda boleh bertanya lagi dalam pasangan apakah berkenan buat berafiliasi seks.

Aika pasangan tidak kunjung mau diajak berafiliasi seks, permanen nir boleh dipaksa. Sebaiknya Knda & pasangan mencari kontribusi mirip pembimbing spiritual, konselor pernikahan, dokter seseorang ahli kandungan, psikolog, & lain-lain.

Aika Knda menyangsikan anggota keluarga, kerabat terdekat, atau orang dalam kurang lebih mengalami kekerasan seksual dalam bentuk apapun, amat disarankan buat menghubungi angka darurat polisi 110; KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dalam (021) 319-015-56; Komnas Perempuan dalam (021) 390-3963; SIKAP (Solidaritas Aksi Korban Kekerasan terhadap Anak & Perempuan) dalam (021) 319-069-33; LBH APIK dalam (021) 877-972-89; atau menghubungi Pusat Krisis Terpadu RSCM dalam (021) 361-2261.
loading...

0 komentar untuk Waspadai Tanda-tanda Pemerkosaan Dalam Perkawinan