Tahukah Knda bahwa pikiran & perasaan negatif yg dipendam sendiri secara nir tertentu bisa menghipnotis kesehatan fisik & mental?
Bahaya memendam emosi
Ketika emosi nir dimuntahkan, tenaga negatif output menurut emosi nir pulang menurut tubuh & akan tertahan dalam tubuh. Energi negatif yg seharusnya dimuntahkan menjadi tersimpan dalam tubuh & bisa mengganggu fungsi organ tubuh, termasuk otak. Berikut ini beberapa bahaya memendam emosi bagi kesehatan:
1. Meningkatkan risiko penyakit & kematian
Energi yg akan terjadi menurut emosi adalah tenaga yg nir sehat bagi tubuh. Energi menurut emosi yg ditekan bisa menjadi penyebab menurut tumor, pengerasan arteri, kaku sendi, dan melemahkan tulang, menjadi akibatnya hal ini bisa berkembang menjadi kanker, melemahkan sistem kekebalan tubuh, & membuat tubuh rentan terhadap penyakit.
Memendam emosi juga membawa impak buruk bagi kesehatan fisik & mental. Penelitian yg diikuti selama 12 tahun menerangkan bahwa orang yg seringkali memendam perasaannya memiliki kemungkinan mangkat belia setidaknya tiga kali lebih akbar dibandingkan beserta orang yg terbiasa mengekspresikan perasaannya. Penelitian yg diterbitkan dalam Journal of Psychosomatic Research ini menemukan bahwa memendam emosi bisa menaikkan risiko kematian karena penyakit jantung & juga kanker (Chapman, et al., 2013). Penelitian ini juga turut indikasi penelitian sebelumnya yg menghubungkan antara emosi negatif, misalnya murka, cemas, & depresi, beserta pengembangan menurut penyakit jantung (Kubzansky & Kawachi, 2000).
Orang yg terbiasa memendam emosinya akan membawa pikiran negatif dalam tubuh yg bisa mengganggu ekuilibrium hormon. Hal ini menaikkan risiko penyakit yg bekerjasama beserta kerusakan sel, misalnya kanker.
Risiko kesehatan semakin tinggi waktu seseorang nir memiliki cara mengekspresikan perasaannya. Dalam kasus apapun, para peneliti memperingatkan bahwa emosi yg tertahan dalam tubuh & pikiran bisa menjadikan kasus kesehatan fisik & mental yg berfokus & bahkan kematian dini. Beberapa pakar menyarankan buat bisa mengutarakan emosi yg dirasakan, terutama emosi yg menyedihkan, agar kesehatan mental permanen terjaga. Marah bisa membantu mengurangi implikasi negatif menurut stres.
2. Rentan terhadap inflamasi (peradangan)
Beberapa studi menerangkan adanya interaksi antara ketidakmampuan buat mengekspresikan emosi & kerentanan terhadap inflamasi atau peradangan. Peneliti Finlandia melaporkan bahwa orang-orang beserta penaksiran ketidakmampuan buat mengekspresikan emosi, juga disebut Alexythymia, memiliki kadar zat kimia inflamasi, misalnya protein C-reaktif sensitivitas tinggi (hs-CRP) & interleukin (IL-6), yg lebih tinggi dalam tubuh. CRP adalah penanda inflamasi buat jantung koroner.
Studi lainnya yg dilakukan sang Middendorp, et al. (2009) kepada penderita rheumatoid arthritis menemukan bahwa orang-orang yg didorong buat bertukar perasaan & mengekspresikan emosi akan memiliki kadar penanda inflamasi dalam darah yg lebih rendah dibandingkan mereka yg memendam perasaan mereka buat diri mereka sendiri. Pada tahun 2010 sebuah studi yg dilakukan kepada 124 peserta didik menemukan bahwa situasi sosial kepada mana orang merasa dihakimi atau ditolak menaikkan kadar 2 bahan kimia pro-inflamasi, yaitu interleukin-6 (IL-6) & tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha) yg seringkali ditemukan kepada penyakit autoimun.
Hasil kebalikannya ditemukan kepada penelitian yg menerangkan bahwa orang-orang yg suka memiliki kadar zat kimia inflamasi yg lebih rendah. Sebuah studi tahun 2010 yg diterbitkan dalam Journal of Association for Psychological Science, menemukan bahwa pendekatan kehidupan beserta perilaku positif adalah penawar yg bertenaga terhadap stres, nyeri, & penyakit.
Studi-studi tadi menerangkan bahwa memendam emosi bisa memicu penyakit dalam tubuh. Zat penanda inflamasi ditemukan lebih tinggi kepada orang-orang yg nir bisa mengekspresikan emosi mereka. Inflamasi sendiri bisa terjadi kepada bermacam-macam penyakit, misalnya penyakit jantung, artritis, asma, dementia, osteoporosis, irritable bowel syndrome (IBS), & beberapa jenis kanker. Oleh karenanya, orang yg nir bisa menyalurkan pikiran & perasaannya bisa terjangkit poly sekali macam penyakit.
Bagaimana jikalau aku ingin berhenti memendam emosi?
Memendam emosi bukanlah jalan keluar buat kasus Knda. Knda perlu mengeluarkan & mengekspresikannya buat mengurangi beban pikiran & mental Knda. Memendam emosi dalam jangka waktu yg usang bisa menjadikan imbas negatif kepada kesehatan fisik & mental Knda. Oleh karenanya, Knda wajib memahami bagaimana cara menangani emosi Knda. Berikut beberapa cara menangani emosi:
Jujur kepada diri sendiri. Bukan berarti Knda wajib mengekspresikan seluruh perasaan Knda setiap waktu, tetapi dalam poly sekali situasi Knda bisa membicarakan kepada diri sendiri apa yg sebenarnya Knda nikmati. Jangan menyembunyikan & mengelakkan perasaan Knda sendiri.
Ketahui apa yg sedang Knda nikmati. Terkadang Knda nir mengetahui apa yg sedang Knda nikmati. Kenali perasaan yg Knda nikmati kepada diri Knda & renungkan apa yg menjadikan mereka.
Bicarakan perasaan Knda beserta orang lain. Bika Knda sedang emosional, bicarakan apa yg Knda nikmati & pikirkan beserta orang lain. Hal ini bisa membantu membuat Knda lebih hening.
Jadilah seseorang pengamat. Knda wajib mengetahui kapan usahakan Knda bisa mengeluarkan emosi Knda. Tidak kepada setiap waktu & kepada sembarang wilayah Knda bisa mengekspresikan emosi Knda. Terkadang Knda wajib menahannya buat sementara & mengeluarkannya kepada waktu yg mutlak. Bika Knda nir bisa menahannya, tarik napas dalam-dalam & ubah posisi tubuh Knda. Hal ini bisa membantu menenangkan Knda.
loading...
Penulis: upiknugroho8117
0 komentar untuk Hati-hati Bahaya Memendam Emosi