Serba-serbi Euthanasia Bunuh Diri yang Diawasi Dokter

Serba-serbi Euthanasia Bunuh Diri yang Diawasi Dokter
Seorang remaja berusia 17 tahun dari Belgia menjadi anak pertama yg meninggal beserta euthanasia setelah negara tadi menetapkan aturan baru kepada tahun 2014. Langkah ini memproduksi Belgia menjadi satu-satunya negara kepada mana anak-anak dari segala usia bisa memilih buat mendapat injeksi meninggal, dilansir dari Daily Mail. Di negara tetangganya, Belanda, praktik ini masih terhitung ilegal buat anak berusia kurang dari 12 tahun (pasien berusia 12-16 tahun memerlukan persetujuan dari orangtua).

Ada poly disparitas pandangan, pendapat, & konsep yg sudah dikemukakan perihal euthanasia. Sementara bagi sebagian orang euthanasia adalah hak pasien buat memilih nasib sendiri, bagi sebagian lainnya euthanasia sama saja beserta penghilangan nyawa, pelanggaran kehidupan insan, & pelanggaran kepada hak insan buat hayati.

Apa itu euthanasia?

Euthanasia adalah tindakan sengaja buat mengakhiri hayati seseorang yg sangat sakit & menderita yg diliputi sang rasa sakit yg tidak tertahankan & tidak bisa disembuhkan  beserta cara yg nisbi cepat & tanpa rasa sakit, buat alasan humanisme. Praktik ini bisa dilakukan baik beserta merogoh tindakan aktif, termasuk membagikan injeksi meninggal, atau beserta nir melakukan apa yg diharapkan buat menjaga pasien tadi hayati (misalnya membiarkan indera bantu pernapasan berhenti bekerja).

Dalam poly perkara, keputusan buat bunuh diri ini dirancang atas permintaan pasien sendiri, akan tetapi terdapat kalanya individu tadi mungkin terlalu sakit nir berdaya, menjadi akibatnya keputusan dirancang sang pihak famili, energi medis, atau dalam beberapa perkara, sang pengadilan.

Istilah euthanasia berasal dari ungkap bahasa Yunani euthanatos yg berarti kematian simpel.

Mengenal tipe-tipe euthanasia

Euthanasia terdiri dalam poly sekali bentuk:

Euthanasia aktif: seseorang (profesional kesehatan) bertindak secara pribadi & aktif, sengaja menjadikan kematian pasien contohnya, beserta menyuntikkan obat penenang dalam takaran akbar.
Euthanasia pasif: energi profesional kesehatan nir secara pribadi bertindak dalam mengakhiri nyawa pasien, mereka hanya memungkinkan pasien buat meninggal global beserta alpanya kehadiran fasilitas medis contohnya, memberhentikan atau menunda opsi pengobatan.
Memberhentikan pengobatan: contohnya, mematikan mesin yg menjaga seseorang hayati, menjadi akibatnya mereka meninggal dari penyakit mereka.
Menahan pengobatan: contohnya, nir melakukan operasi yg akan memperpanjang hayati buat waktu yg singkat atau perintah DNR (Do Not Resuscitate) dokter nir diharapkan buat menyadarkan pasien jikalau jantung mereka berhenti & dirancang buat mencegah penderitaan yg nir perlu.

Euthanasia volunter: terjadi atas permintaan pasien kompeten. Pasien sepenuhnya menyadari kondisi penyakitnya/sudah diinformasikan, mengerti apa kemungkinan masa depan dari penyakitnya, menyadari manfaat & risiko yg terkait beserta pilihan pengobatan penyakitnya, & bisa mengkomunikasikan keinginan mereka beserta terperinci tanpa kepada bawah dampak siapapun, & meminta kontribusi profesional medis buat mengakhiri nyawanya.
Euthanasia non-volunter: terjadi waktu pasien berada dalam kondisi nir sadar atau nir bisa buat memproduksi pilihan otonomik antara hayati & meninggal (contohnya, bayi yg baru lahir atau seseorang beserta intelegensi rendah, pasien dalam koma panjang atau mengalami kerusakan otak parah), & keputusan dirancang sang orang lain yg berkompeten atas nama pasien, mungkin didasarkan  beserta dokumen warisan tertulis mereka, atau pasien sebelumnya pernah menyatakan secara lisan keinginan buat meninggal. Praktik ini juga meliputi perkara kepada mana pasien adalah anak yg bisa & kompeten buat merogoh keputusan secara mental & emosional, akan akan tetapi dipercaya nir nisbi umur sang aturan buat memproduksi keputusan hayati & meninggal, menjadi akibatnya orang lain wajib memproduksi keputusan atas nama mereka kepada mata aturan.

Euthanasia involunter: alias paksaan, terjadi dikala pihak lain mengakhiri nyawa pasien melawan pernyataan keinginan orisinal mereka. Misalnya, meski si pasien ingin terus bertahan hayati meski beserta kondisi menderita, pihak keluarganya meminta dokter buat mengakhiri hidupnya. Euthanasia involunter hampir selalu dipercaya menjadi penghilangan nyawa.

Di mana saja euthanasia dipercaya absah buat dilakukan?

Ada beberapa negara kepada mana euthanasia diperbolehkan:

Di Belanda, euthanasia & tindakan bunuh diri yg dibantu energi medis (physician-assisted suicide, atau PAS) diizinkan sang aturan, dari mengikuti protokol aturan yg terperinci.
Di Oregon, Amerika Serikat, PAS diperbolehkan negara beserta memakai obat resep.
Di Washington DC, Amerika Serikat, dokter diizinkan buat membagikan injeksi meninggal atau mendampingi PAS beserta memungkinkan overdosis obat yg berujung kematian kepada pasien yg meminta.
Di Belgia, membunuh atas nama medis & belas kasih diizinkan sang aturan baik buat orang dewasa yg kompeten, anak-anak, beserta panduan naratif & terperinci yg wajib diikuti. Orangtua wajib putusan bulat beserta keputusan tadi.
Di Swiss, PAS diperbolehkan, kepada bawah undang-undang yg aktif lebih dari 600 tahun. Pasien, termasuk pengunjung dari negara lain, bisa dibantu sang anggota dari organisasi Dignitas buat mengakhiri hayati mereka.
Untuk waktu singkat, euthanasia & PAS diizinkan kepada Australia Utara & tujuh orang mengakhiri hayati mereka beserta cara ini, sebelum Pemerintah Federal Australia membatalkan aturan tadi.

Apa kondisi & ketentuan bagi pasien buat meminta mekanisme euthanasia?

Pada dasarnya, mekanisme euthanasia boleh dilakukan kepada pasien yg menderita sebuah penyakit terminal (fase akhir penyakit kepada mana peluang kematian timbul sangat akbar menjadi akibatnya penekanan bergeser dari terapi menyembuhkan penyakit menjadi menyediakan perawatan paliatif/meringankan rasa sakit). Namun, masalahnya nir terletak kepada definisi akan tetapi dalam penafsiran definisi.

Di Belanda kepada mana euthanasia didukung sang aturan, penyakit terminal memiliki definisi nyata, secara harfiah berarti hasrat kematian sudah niscaya. Di Oregon, kepada mana PAS (physician-assisted suicide) adalah absah buat perkara terminal, akan tetapi terminal digambarkan menjadi suatu kondisi yg dalam evaluasi lumrah, akan memproduksi kematian dalam waktu enam bulan.

Selain itu, jikalau dipandang dari definisinya, euthanasia juga memungkinkan pagi pasien yg menderita parah buat meminta asistensi pengakhiran hayati. Penelitian juga sudah memberitahuakn bahwa pasien yg sakit parah yg cenderung berpikir buat bunuh diri melakukannya bukan alasannya penyakit terminal mereka, akan tetapi alasannya depresi berat output penyakit yg diidapnya. Deklarasi World Federation of Right to Die Societies tahun 1998 Zurich menyatakan bahwa orang-orang yg menderita kesengsaraan yg melumpuhkan memenuhi kondisi buat meminta asistensi bunuh diri. Lembaga ini percaya bahwa seseorang nir perlu mengidap penyakit terminal agar memenuhi kondisi menjalani euthanasia atau PAS, asalkan penderitaannya nir tertahankan.

Definisi dari penderitaan yg nir tertahankan terbuka buat interpretasi. Menurut Mahkamah Agung Belanda, penderitaan didefinisikan menjadi kesengsaraan baik fisik & psikologis, sedangkan undang-undang Belgia menyatakan bahwa pasien yg meminta euthanasia wajib berada dalam situasi medis putus hasrat & monoton menderita secara fisik atau psikologis.

Mengapa euthanasia diperbolehkan?

Mereka yg mendukung euthanasia beropini bahwa warga yg mudun wajib memungkinkan orang buat meninggal dalam prestise & tanpa rasa sakit, & wajib memungkinkan orang lain buat membantu mereka melakukannya jikalau mereka nir bisa mengelolanya sendiri.

Mereka mengatakan bahwa tubuh adalah hak prerogatif pemiliknya sendiri, & kita wajib diizinkan buat melakukan apa yg kita inginkan beserta tubuh kita sendiri. Jadi, mereka menerka bahwa mengupayakan kehidupan yg lebih usang bagi yg nir menginginkannya adalah keliru. Bahkan memproduksi orang terus hayati waktu mereka nir ingin melanggar kebebasan pribadi & hak asasi insan. Tidak bermoral, ujar mereka, buat memaksa orang buat terus hayati dalam penderitaan & rasa sakit.

Mereka menambahkan bahwa tindakan bunuh diri bukan adalah tindak pidana, maka dari itu euthanasia nir wajib digolongkan menjadi kejahatan.

Mengapa poly yg melarang aplikasi euthanasia?

Argumen dari badan kepercayaan buat melawan euthanasia adalah bahwa kehidupan diberikan sang Tuhan, & hanya Tuhan yg wajib menetapkan kapan buat mengakhirinya.

Lainnya khawatir jikalau euthanasia dirancang absah, undang-undang yg mengatur hal itu akan disalahgunakan, & orang-orang yg sebenarnya nir sungguh ingin meninggal (atau masih bisa mendapatkan pertolongan medis lanjutan) justru diakhiri nyawanya.

Euthanasia tergolong ke dalam aturan pidana Indonesia

Belum terdapat undang-undang atau peraturan pemerintah yg khusus mencantumkan legalitas euthanasia kepada Indonesia hingga dikala ini. Namun, krusial buat dipahami bahwa secara yuridis formal dalam aturan pidana positif kepada Indonesia hanya dikenal satu bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yg dilakukan atas permintaan pasien/korban itu sendiri (voluntary euthanasia), yg sudah beserta terperinci diatur dalam Pasal 344 KUHP:

Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yg terperinci dinyatakan beserta kesungguhan hati diancam beserta pidana penjara paling usang 2 belas tahun.

Dari Pasal 344 KUHP bisa diartikan bahwa penghilangan nyawa atas permintaan korban sekalipun permanen diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks aturan positif kepada Indonesia, euthanasia dipercaya menjadi perbuatan yg dihentikan. Artinya, nir dimungkinkan buat dilakukannya pengakhiran hayati seseorang sekalipun atas permintaan orang itu sendiri.

Lebih lanjut, waktu membagikan euthanasia non-volunter, walaupun nir bisa dikualifikasikan menjadi konsep euthanasia yg sama tercantum kepada pasal 344 KUHP, secara konseptual metode euthanasia satu ini paling mungkin (atau mendekati) dipercaya menjadi penghilangan nyawa biasa (pasal 338 KUHP), penghilangan nyawa berencana (Pasal 340 KUHP), penganiayaan beserta bahan berbahaya (Pasal 356 [tiga] KHUP), atau kelalaian yg berujung kematian (Pasal 304 & Pasal 306 [2]).

Dengan demikian, tindakan medis ini permanen digolongkan menjadi tindak pidana.

Opsi yg Enda miliki dikala menderita penyakit terminal

Bika Enda mendekati akhir hayati, Enda memiliki hak buat perawatan paliatif yg baik buat mengontrol rasa sakit & menunjukan-menunjukan lain dan dukungan psikologis, sosial & spiritual. Enda juga berhak buat memiliki bunyi dalam perawatan yg Enda terima kepada tahap ini.

Bika Enda memahami bahwa kemampuan Enda buat menyetujui keputusan akan hayati Enda mungkin akan terpengaruh kepada masa depan, Enda bisa mengatur keputusan kepada muka yg mengikat secara aturan, dibantu sang tim absah Enda. Keputusan kepada muka ini adalah buat menetapkan mekanisme & perawatan yg Enda setujui & yg Enda nir setujui. Artinya, profesional kesehatan yg bertanggung jawab buat Enda nir bisa melakukan mekanisme atau pengobatan tertentu melawan keinginan Enda.

BACA JUGA:

Adrenoleukodystrophy (ALD), Penyakit Langka yg Melumpuhkan
Fenomena Solar Kids: Aktif kepada Siang Hari, Lumpuh kepada Malam Hari
Perbedaan Cara Mendeteksi Penyakit Jantung Pada Pria & Wanita
loading...

0 komentar untuk Serba-serbi Euthanasia Bunuh Diri yang Diawasi Dokter